Senin, 30 Mei 2011

Harap Pemimpin


Jika kehidupan dunia jelas sekali kefanaannya, mengapa banyak daripada manusia mengagung-agungkan kehidupamn dunia? Pernahkah sekali-kali diantara mereka mencoba mengingat betapa fananya dunia ini? Betapa sesungguhnya, mereka setiap detik itu merigu karena tiada ibadah?

Pantaskah kehidupan di dunia ini mereka agung-agungkan, sedang sesungguhnya tiada yang akan dibawa mati selain ibadahnya? Sekali-kali pernahkah mereka merasakan senasib dengan yang ada di bawah mereka? Saat mencoba merenungkan, andai saja mereka berikut keluarganya melarat dalam kehampaan.

Ingin sekali aku berada dalam tengah-tengah, mencoba memberikan warna. Merubah situasi layaknya Nabi Muhammad Saw yang dengan gagah berani menegakkan risalah kenabiannya. Dengan gagah berani memperjuangkan kebenaran tentang keberadaan sang Maha Pencipta, yang menguasai seluruh alam semesta, termasuk dirinya.

Aku ingin hadir layaknya seorang qiyadah yang telah belajar dari kehidupanku. Dari saudara-saudaraku yang sama-sama berjuang meneruskan perjuangan Rasulullah beserta sahabat-sahabatnya. Layaknya seorang ayah yang senantiasa melindungi istri dan anak-anaknya, layaknya seorang ibu yang lembut merwat suami dan anak-anaknya. Dan layaknya seorang anak yang taat dan hormat pada orang tuanya.

Sungguh aku rindu pemimpin yang demikian. Aku ingin hadir sebagai seorang qiyadah yang demikian tu. Tapi pantaskah aku? Akau berharap, dengan iringan waktu ini, aku mampu belajar. Hingga aku beserta saudara-saudaraku mampu hadir layaknya qiyadah yang siap bersama-sama berjuang dijalannya.

Selasa, 24 Mei 2011

Apa yang Membuat Susah Menulis?

Sebuah kuliah yang sangat aku nantikan, Filsafat pancasila dan Teknologi informatika. Bukan karena matakuliahnya saja yang sebenarnya menarik melainkan karena dosenku itu yang sering memotivasi kami untuk menulis. Bukan sekedar menulis catatanh-catatan biasa atau sekedar menuliskan huruf-huruf saja. Tetapi tulisan yang berisikan sebuah gagasan dan ide-ide kami yang luar biasa.

Senang sekali ketika setiap dosen selalu memotifasi kami untuk terus menulis. Bukan hanya untuk menuangkan hoby tetapi memang sudah saatnya mahasiswa itu tidak hanya berkutat di organisasi atau aksi mengkritisi kebijakan-kebijakan yang tidak memihak rakyat, tetapi mahasiswa jangan sampai melupakan senjata yang cukup ampuh yaitu menulis.

Terkadang saya jadi bertanya sendiri, “Apasih susahnya menulis?”
Mungkin banyak faktor saat kita menulis, diantaranya malas. Saya sangat yakin setiap orang mampu dan bisa menuangkan ide-idenya, salah satunya adalah melalui kata-kata. Padahal gampang saja untuk kita, tinggal menulisakan kata-kata kita dalam secarik kertas kemudian tinggal diketik. Jika belum yakin tulisan itu kita kirimkan ke penerbit. Bisa saja kita membuat sebuah blog atau menuliskannya di catatan FB kemudian itu bisa menjadi langkah awal kita untuk menulis.

Kesulitan selanjutnya tentang ide. Terkadang memang sulit kita menemukan ide untuk tulisan kita, tapi itulah asiknya. Akan ada tantangan baru untuk kita, tantangan yang ketika kita berhasil menyelesaikannya akan memunculkan ide-ide luar biasa.

Sebagai seorang penulis yang perlu diperhatikan juga adalah tentang keikhlasan dalam menuangkan ide dalam tulisan. Jangan sampai tulisan-tulisan kita dikotori oleh angan-angan negatif yang kemudian membuat tulisan kita tidak berkah. Mungkin itu juga yang kemudian membuat kita susah menulis. Memang sebenarnya banyak faktor, tapi bagi saya keikhlasan dalam menulid itu sangat penting.

Jangan bertanya saya mau menulis apa? Tapi kapan saya akan menulis? Karena dengan demikian akan timbul rasa keinginan untuk bisa menulis. Menulis itu mengasyikkan, coba saja dipraktikan. Apalagi ketika banyak orang yang membacanya dan komentar-komentar terhadap tulisan kita. Ada kepuasan yang tidak bisa kita dapat di kesempatan lain.

Jadi, apa yang membuat susah menulis? Jika ternyata banyak hal yang kita tulis dan banyak waktu utnuk kita menulis. Untuk semuanya, selamat menulis. Selamat menuangkan ide-ide dahsyat yang akan membuat dirimu dan orang lain menemukan gagasan luar biasa.

Juga dimuat di  http://alishlahfamily.blogspot.com/2011/05/apa-yang-membuat-susah-menulis.html dan http://edukasi.kompasiana.com/2011/05/23/apa-yang-membuat-susah-menulis/

Mengetahui diri

Terkadang seseorang bingung dengan siap dirinya. Bahkan banyak diantaranya sampai tidak tahu bakat apa yang dimilikinya. Betapa kasihannya mereka yang tidak mengetahui siapa dirinya sesungguhnya. Karena hanya dengan demikian kita bisa berkarya, berkontribusi, menuangkan ide, dan mewarnai dunia.

Banyak hal yang menyebabkan terjadinya demikian. Pertama karena diri kita sendiri yang kurang aktif. Maksudnya kita kurang mengisi hidup kita ini dengan aktifitas yang bermanfaat. Misalnya berorganisasi, berolahraga, menjadi pengajar, mengikuti agenda-agenda kampus/sekolah, dan lainnya. Tentu dengan demikian sedikt-demi sedikit kita akan memahami sesungguhnya dunia kita itu berada dimana. Kita akan dapat mengetahui bakat kita, mengetahui banyak hal yang ada dalam diri kita.

Kedua, karena hidup yang monoton. Hidup yang monoton maksudnya kita hanya memiliki aktifitas yang konstan. Misalnya kuliah, kantin, perpus, kos dan hanya itu kegiatan kita selama satu minggu dan dilanjutkan diminggu-minggu seterusnya. Betapa ruginya jika hidup hanya monoton demikian. Padahal masih banyak hal menarik ayang belum kita ketahui disekitar kita. bagaimana diri kita go nasional atau bahkan internasional, jika ditingkat kampus atau lokal saja kita tidak punya nama. Untuk memiliki nama pun, kita memerlukan aktifitas yang luar biasa. Bukan monoton seperti julukan beberapa mahasiswa aktifis, "Mahasiswa Kupu-kupu (Kuliah perpus, kuliah perpus); Mahasiswa Kuang-kunang (Kuliah pulang, kuliah pulang); atau Mahasiswa Kutu (Kuliah turu, kuliah turu)" aktifitas yang sungguh sangat tidak produktif. bagaimana kemudian kita bisa mengetahui siapa diri kita sesungguhnya jika menjadi mahasiswa monoton.

Ketiga, karena tidak visioner. Perlu ada perencanaan, target pencapaian, dan tentunya usaha atau proses yang mendukung. Hidup itu tidak begitu saja, atau hidup itu sekedar numpang hidup terus mati. Tetapi hidup itu produktif, penuh perencanaan, dan tentunya memiliki target pencapaian kita. Seseorang akan dapat menemukan dirinya ketika dia bisa memanagemen dirinya. Perencanaan yang matang, dengan mengisi aktifitas kita penuh dengan rencana-rencana yang matang akan membantu kita mengetahui seproduktif apa diri kita. Apa yang dilakukan hari ini? Apa saja yang sudah didapatkannya hari ini? Dan usaha apa saja yang telah dilakukan untuk mendapatkan target-targetan?

Untuk mengetahui diri kita banyak caranya, mungkin ketiga pendapat saya di atas hanya bagian dari apa yang saya lakukan. Tenntunya anda juga memiliki cara-cara tersendiri untuk mengetahui diri kita. Karenanya, mari produktif, mari menulis, mari menuangkan ide-ide kita dalam sebuah karya?

Senin, 25 April 2011

Konsep proses pendidikan sebagai solusi dari demokrasi



Masyarakat madani berasal dari kata madinah, sebuah kota yang sangat sejahtera dengan masyarakatnya yang saling menghormati, sangat taat terhadap aturan yang dibuat oleh pemimpinnya yaitu Rasulullah Muhammad Saw, dan menjadi sebuah idaman bagi semua orang untuk membentuk negara yang demikian itu.

Bagi saya masyarakat madani adalah masyarakat dimana setiap induvidu baik itu berhubungan dengan sesamanya maupun negara, sama-sama saling mendukung dan melindungi dalam kehidupan. Tidak kemudian diantaranya timbul sebuah kres yang dapat menimbulkan konflik. Demokratisasi mungkin menjadi sesuatu yang sangat ideal dan sangat perlu untuk diwujudkan. Sayangnya ini menjadi sebuah tujuan yang terlalu muluk-muluk. Banyak negara yang bertujuan menciptakan negara yang demokratis namun ternyata terjebak dengan arti demokratis itu sendiri, terjebak dalam arti demokrasi yang sangat sempit, "kebebasan." Kebebasan  ini pula yang pada akhirnya menimbulkan konflik diantara individu. Bahkan kita bisa melihat Libya yang mesih bergejolak mengidamkan negara yang demokratis, Mesir bagi saya yang belum terlihat ujung dari demokratis itu, dan Indonesia hampir 13 tahun sejak reformasi ternyata belum menunjukkan demokrasi yang diidam-idamkan. Sesungguhnya seperti apa sih demokrasi itu? Dan apa kaitannya demokrasi dengan masyarakat madani?

Masyarakat itu adalah kumpulan dari manusia-manusia yang mendiami suatu tempat untuk menyelenggarakan suatu kemasyarakatan yang bertujuan menciptakan kesejahteraan. Kesejahteraan itu hanya dapat terwujud ketika diantara mereka saling memahami satu dengan yang lain, karena mereka adalah makhluk sosial. Seperti pendapat Al Ghazali dan Al Farabi, manusia adalah makhluk sosial, dia mempunyai kecendrungan alamiah untuk hidup bersama dalam masyarakat. Karena mereka tidak mungkin hidup sendiri untuk memenuhi kehidupannya. Bahkan firaun saja yang mengaku sebagi Tuhan, memerlukan orang lain untuk membangun piramida yang sangat besar bahkan untuk menyiapkan makan dan minumannya pun membutuhkan orang lain. Jelas sekali bahwa manusia itu adalah makhluk sosial yang membutuhkan orang lain untuk memenuhi kebutuhannya. Sehingga menjadi hal yang wajib untuk berkumpul membentuk sebuah masyarakat yang sejahtera. Sejahtera inilah yang kemudian menjadi konsepsi awal kebebasan yang salah kaprah, yang kemudian menimbulkan konflik antara individu dengan individu dan dengan negara.

Ketika menuliskan kata konflik, saya teringat tentang teori konflik Ralf Dahrendorf seorang ahli sosiologi Jerman, yang menganggap masyarakat bersisi ganda, memiliki sisi konflik dan sisi kerja sama. Jika kita telaah, mungkin kita bisa menemukan sesuatu dibalik maksud yang disampaikan Ralf. Ternyata konflik tidak bisa lepas dari cara untuk menciptakan negara yang demokratis. Namun terkadang inilah yang menjadikan sebuah negara tidak mampu membangun sebuah negara yang demokratis, karena terjebak pada kata kebebasan yang tersirat dalam kata demokratis.

Bagi saya yang menjadi titik tolak menjadikan negara demokratis adalah, ketika negara itu berisikan masyarakat yang berkebudayaan dan berpendidikan. Maksudnya, ketika orang tersebut berpendidikan tidak bererti pula ia berkebudayaan, namun ketika ia berkebudayaan, maka sudah pastilah ia berpendidikan. Karena ia memperoleh pendidikan dari lingkungan keluarga dan lingkungan sekitarnya, namun secara khusus saya lebeh cenderung lingkungan keluarga yaitu ibu. Proses pendidikan bukan pada saat berkembangnya janin dalam kandungan, melainkan telah sejak awal terbentuknya manusia itu sendiri. Proses itulah yang menentukan bagaimana perkembangan pendidikan informal anak. Oleh karenya kita sangat perlu memproses diri menjadi pribadi yang bernilai, bermoral, tentu berkebudayaan. Sehingga sangat jelas, demokratis sesungguhnya bukan dihasilkan dari konflik atau peperangan, melainkan pada sebuah proses pendidikan itu sendiri. Dengan demikian seseorang akan bisa lebih memahami sejahtera itu, tentu pula dengan kebebasan itu sendiri. Allah telah menciptakan kehidupan ini sangat harmonis, ketika ada lelaki pasti ada perempuan, ketika ada langit pasti ada bumi, ketika ada sedih, ternyata ada bahagia. Kita perlu sangat mensyukuri betapa nikmatnya kebebasan yang kita nikmati ini. Kita bebas berkomunikasi dengan Allah kapanpun, 24 jam non stop jika kita mau. Kita bebas untuk menghirup udara segarnya bahkan gratis. Sungguh betapa Allah telah mencontohkan pada hambanya tentang konsepsi masyarakat madani yang tersirat dalam kalamnya. Bagaimana keharmonisan itu tercipta bukan dari peperangan, melainkan dari ilmu.

Maka akhir dalam tulisan ini saya ingin menegaskan bahwa saya sepakat dengan pendapat Ralf Dahrendorf tentang masyarakat bersisi ganda, memiliki sisi konflik dan sisi kerja sama. Namun yang perlu dikoreksi adalah bahwa tidak semua konflik diartikan sebagi perang seperti yang sering terjadi dewasa ini. Bahwa tidak kemudian perang itu menjadi pencipta sebuah negara yang demokratis, melainkan hanya menciptakan demokratis yang menakutkan. Tidak menjadikan pula saya menyatakan perang itu salah, karena tidak dipungkiri Indonesia pun merdeka dengan perjuangan yang sangat melelahkan bahkan banyak yang gugur dalam memperjuangkan kemerdekaan itu. Hanya saja yang perlu dipahami adalah proses pendidikan itu adalah sebuah konsepsi yang perlu kita jadikan referensi sebagai cara menciptakan masyarakat madani. Masyarakat yang demokratis yang diidamkan oleh banyak orang.

Senin, 18 April 2011

Apa yang membuat antum bahagia?

Oleh Azam_Arfa
Sore ini saya sedang mencoba mengajak saudara-saudara saya sedikit dibuat kesal dengan pertanyaan yang aneh. Mungkin aneh tapi bagi saya ini sebuah pertanyaan yang cukup penting. Simpel pertanyaan saya, "Apa yang membuat antum bahagia?" Simpel kan?

Jawaban yang pertama yang saya dapat, dari saudara saya
"Kesempitan", kmudian saya mencoba menanyakan, mengapa?
Beliau menjawab, "Karena setelah kesempitan pasti akan timbul kelapangan. Dengan kesempitan, kita bisa tahu siapa kawan siapa lawan. Dengan kesempitan, kita tahu mana kawan yang memanfaatkan dan mana yang tulus"
Bagi saya ini luar biasa, entahlah sebenarnya saya agak kurang paham dengan pendapat ini. Tapi saya menemukan satu hal, bahwa yang membuat bahagia baginya ketika mengetahui satu hal tentang lawan bicaranya.

Jawaban kedua yang saya dapat, dari saudara saya yang lain.
"Ketika nikah dengannya"
Bagi saya ini luar biasa. Kita yang sesungguhnya masih disibukkan dengan agenda padat di kampus, baik kuliah maupun organisasi. Bagi saya wajar saja, karena saya pikir sudah selayaknya memikirkan masa depan. Hanya saja mungkin saat ini perlu memikirkan yang lebih utama. Seperti yang pernah saya sampaikan pada keluarga saya, "Jangan tinggalkan amanah yang utama, tetapi jangan tinggalkan amanah yang paling utama."

Jawaban ketiga dari saudara saya yang lain.
"Ketika Allah ridho atas segala amal ibadah yang dilakukan".
Subhanallah...
Hanya saja saya menjadi teringat satu lirik lagu yang pernah dinyanyikan oleh alm Chrise, "Apakah kita semua, berharap tulus menyembah kepadanya, ataukah kita mungkin hanya, takut pada neraka dan hanya inginkan surga." Yang jadi Tanya dalam benak saya adalah, bagaimana kemudian kita bias meyakinkan diri kita, jika amal ibadah kita diridhoi Allah?
Saya rasa ini kemudian menjadi instropeksi diri kita, bahwa ketulusan dalam segala hal menjadi sesuatu yang sangat penting, termasuk dalam hal ibadah. Wallaualam bi shawab, karena hanya Allah yang tahu layak tidaknya kita menginjakkan kaki kita di surganya.

Satu hal lucu yang saya peroleh dalam pertanyaan saya ini, ketika salah satu saudara saya menjawabnya dengan Bahasa Inggris. Padahal Bahasa Inggris saya masih belum pintar. Tapi beliau menjawabnya "Persaudaraan". Benar juga bagi saya, karena dengan keberadaan saudara-saudara kita disamping kita. Membuat hidup ini akan penuh dengan perbaikan. Lebih tepatnya saat budaya saling mengingatkan selalu terjaga dalam keseharian kita.

Satu lagi saya memperoleh jawaban dari kakak sekaligus mas'ul saya. "Ketika mendapatkan doa dari ibu."Saya jadi sangat rindu dengan ibu dan bapak saya di rumah. Dan satu hal yang menarik, ketika saya tanyakan. Apa arti bahagia menurut antum? Beliau menjawab, "Ketika kebahagiaan kita tidak menjadi kesedihan bagi orang lain."
Saya rasa ini cukup menjadi alasan bagi kita untuk tidak melakukan berbagai macam cara untuk mendapatkan kebahagiaan. Karena dengan demikian kebahagiaan yang kita rasakan tidak kemudian menjadi kesedihan bagi saudara kita.Kita bisa lihat di luar sana, betapa banyak orang melakukan berbagai macam cara untuk memenuhi kebahagiaannya. tapi sayangnya membuat orang lain menjadi bersedih karena kita. Sungguh inilah yang menjadikan kebahagiaan itu terlihat semu.

Jawaban yang baru saja saya dapatkan tentang kebahagiaan. "Setiap orang akan bahagia ketika apa yang diingankannya menjadi kenyataan. Bahkan lebih baik dari apa yang dibayangkannya." Saya rasa ini juga benar, hanya saja ini pun menjadi abstrak. Sesungguhnya apa arti kebahagiaan itu jika melihat dari arti kebahagiaan dari jawaban ini?Kemudian jawaban selanjutnya dari orang yang sama, "Logikanya seperti itu, berkaitan apa yang diingnkan dan mashlahat dan mudharatnya itu tergantung masing-masing person." Apa benar demikian, yang pasti bagi saya tetap saja ini menjadikan arti kebahagiaan itu menjadi abstrak.

Oke, saatnya kita kembali pada apa yang membuat antum bahagia?saya sendiri sebenarnya sepakat dengan semua jawaban yang ada di atas. Tetapi saya juga sedang ingin mencoba mengkritisi arti kebahagiaan itu sendiri.Mungkin saja akan timbul sebuah diskusi lain yang lebih asik.

Sabtu, 16 April 2011

Bersama itu tidak harus ngumpul rame, betul tidak yah?

Oleh Azam_Arfa
Bersama itu tidak harus ngumpul rame, betul tidak yah?

Ehmmmmmm... Saya rasa bukan rame atau tidaknya tapi lebih pada apa yang kita obrolkan saat kita ngumpul itu. Bisa kita sebut ngobrol itu diskusi, sepakat??? ^_^ Jika yang terjadi adalah rame tapi mendiskusikan hall ga penting, ga papa juga sih, sesekali ngerifresh kepala tapi jangan sering-sering juga diskusi-diskusi ga penting. Tapi ga penting ini juga pasti terdapat perbedaan di setiap individu, makanya mari kita samakan presepsi. Misalnya diskusi yang penting itu tentang kondisi kampus, tentang perkuliahan, tentang kebijakan-kebijakan birokrasi kampus maupun pemerrinta (Ormawa atau Negara).

Saya rasa ini yang penting, maaf jika kurang sependapat.Selain menambah kedekatan di antara kita, diskusi semacam ini pula bisa meningkatkan kepemahaman kita, memperluas pengetahuan kita dan lain sebagainya. Monggo... sok atuh dipikir, beruntung sekali bukan ketikan diskusi kita ini kemudian menghasilkan gagasan-gagasan yang keren plus inofatif. Apalagi kalau diskusinya sambil ditemani makanan dan saudaranya yang menyejukkan. Hmmmmmmm pasti tambah asik lagi.

Saya rindu sekali dengan suasana semacam ini. Kapan mahasiswa pada sadar yang nikmatnya diskusi bareng temen? Padahal bisa nambah wawasan dan tambah deket pula dengan temen...Bersama memang tidak harus ngumpul rame, yang penting ngumpul itu diskusi atau ngobrolin yang manfaat, ehmmmmmmm... lo bisa ada makanannya juga sih. tentu juga ada refreshing obrolan yang gak bikin pusing. Bisa becandaan dan bisa juga ngobrolin masa depan kita ^_^

Oke, kali ini juga sedikit saja dulu lah...
Yuk ngumpul & diskusi?

Selasa, 12 April 2011

Mencontek (+/-) ?

Oleh Azam_Arfa
Hal yang sangat tidak hemat, "Mencontek". Sebenarnya siapa sih penemu metode mncontek ini? Ko yang menggunakan metode ini banyak sekali? Ehmmmmmm... Mungkin termasuk saya salah satunya. Dalam kaitannya dengan mencontek, saya bagi menjadi dua kategori, (1) Mencontek yang baik dan (2) Mencontek yang tidak baik, namun kali ini saya ingin membahas pada poin satu saja.

Mencontek yang baik maksudnya, saat kita meniru aktivitas positif orang-orang di sekitar kita. Seperti kebiasaan tegur salam, membaca, diskusi, olahraga, dll. Tentu kegiatan positif lain yang bermanfaat bagi diri sendiri maupun orang lain. Konotasi mencontek terkadang selalu berpangkal pada hal-hal yang negatif, padahal tidak selalu. Bagi saya kegiatan mencontek itu tergantung dalam hal apa dia melakukannya.

Mungkin karena kita terlalu sering mendengar atau bahkan mengaplikasikannya dengan yang konotasi negatif (ketika ujian menciontek) sehingga mencontek selalu menjadi hal yang sangat negatif dalam telinga kita. Bayangkan saja, betapa rumitnya ketika kita melakukan metode mencontek dalam konotasi negatif ini. Kita harus berbohong dan mempersulit hal yang seharusnya itu mudah dan cepat. Misalnya saja saat akan mencontek saat ujian, waktu yang sebenarnya membutuhkan waktu 1-2 jam, karena mencontek, waktu yang seharusnya cukup menjadi sangat kurang. Rugi dan rumit bukan? Sudah rugi dan rumit, ga berkah juga hasil yang kita peroleh. bahkan kalau kata guru saya, "Yang diconteki sama-sama ga bisa" Duuuuuhhhhh jadi tambah rugi deh.

Bukankah lebih baik kita memanfaatnkan mencontek itu untuk hal yang baik? Seperti contoh sebelumnya, mencontoh orang yang rajin membaca, misalnya. Bukankah ini akan menjadi sebuah keuntungan bagi diri sendiri dan orang lain. Sesungguhnya mencontek itu tidak selalu berkonotasi negatif lho.... Yang penting kita tidak menggunakannya untuk yang negatif. betul tidak???

Oke kali ini sedikit saja lah, semoga bermanfaat...
Selamat ujian saudaraku...

Minggu, 10 April 2011

Ukhuwah itu...

Oleh Azam_Arfa
Ukhuwah itu saat kita makan bersama saudara. Makan bersama, agenda yang sering kita luangkan dalam sela-sela waktu kesibukan kami. Entah dalam suasana suntuk, pusing karena bnyak amanah, atau sekedar iseng karena rindu suasana makan bersama, yang pasti makan bersama adalah agenda favorit kami. Di sini kita bisa ngobrolin berbagai macam hal, bahkan tidak jarang ide-ide gila muncul dari obolan di makan bersama ini. Mulai ide untuk bikin forum diskusi dan lain sebaginya. Kendala keungan juga bisa diatasi di sini (hehehe... kadang-kadang suka dibayarin lo lagi ga da duit).

Ukhuwah itu saat kita bisa tidur bareng saudara (Mabit bareng). Setelah selesai makan bareng, perut yang kenyang efeknya cukup signifikan terhadap kondisi mata. Yah memang tidak sering juga kita mabit bareng, cuma pas waktu libur kita sering mengagendakan untuk mabit bareng. Kita bisa diskudi banyak hal di sini, mulai dari yang pribadi, sampe yang sifatnya berkaitan dengan orang banyak (tapi ga ngerumpi lho...). Kita juga bisa saling tahu kebiasaan masing-masing saat mata sudah terpejam. Bagaimana tidak, suara dengkuran yang cukup merdu terkadang membuat kita semakin terlelap dalam malam panjang.

Ukhuwah itu saat kita jalan-jalan bersama saudara. Terkadang dengan jalan-jalan bersama menjadi solusi yang cukup ampuh untuk dapat melibatkan faktor-faktor ukhuwah, mulai dari makan bersama, mabit bersama, atau mungkin sekalian saling traktir, dan tentu jalan-jalan. Saat jalan-jalan bersama, shalat berjamaah 5 waktu pun bisa dilakukan bersama saudara kita tentu dengan suasana yang berbeda.
Jalan-jalan di sini tak perlu mahal atau jauh, yang penting menampilkan suasana yang berbeda dari biasanya.

Ukhuwah itu saat kita saling memahami. Ini yang terpenting, saling memahami. Butuh menghadirkan hati di sini, tidak sekedar komitmen. Karena hanya hatilah yang dapat menyentuh hati. Apalagi sebagai saudara se iman, dimana ukhuwah itu adalah efek dari iman yang letaknya dihati. Tentu hati yang beriman yang akan menyentuh hati.

Ukhuwah itu saat kita saling menasehati dan merenengkan nasihat saudara kita. Betapa manisnya ukhuwah itu saat kita saling menasihati. Bayangkan saja jika kita sedang khilaf kemudian kita didiamkan saja oleh saudara kita. Sungguh rugi ketika kita punya sahabat/saudara tetapi tidak saling menasihati, bahkan kemudian menjerumuskan kita. Saling menaihati bukan berarti kita menjadi pribadi yang sok pintar atau paling tahu, hanya saja yang perlu dipahami adalah bahwa kita manusia tempatnya khilaf. Mungkin sudah banyak sekali buku atau ilmu yang kita dapat, tetapi tidak kemudian menjadikan kita terhindar dari salah. Dengan kita saling menasihati, inilah jalan perbaikan. Jalan untuk dapat semakin mempererat ukhuwah.

Wallahualam bi shawab, karena saya juga hanyalah manusia. Semoga dengan sedikit tulisan di atas, bisa menjadi renungan berharga untuk kita.

Jumat, 18 Maret 2011

Akh Ukh, saya butuh perhatian

Oleh Azam_Arfa

Bismillah..

Staf mungkin sebuah kedudukan yang umum akan ditempati oleh seseorang yang masuk sebuah lembaga. Meski memang beberapa orang ada yang langsung menjadi Kadep/koakh atau kedudukan tertentu di atas staf dan ada pula yang selama dua periode menempatai posisi sebagai staf. Yang pasti kedudukan sebagai seorang staf memiliki peran yang sangat penting dalam eksistensi sebuah lembaga. Sayangnya beberapa orang belum terlalu memahami hal ini, bahkan terkadang ada yang cukup acuh dengan keberadaan seorang staf. Yang perlu untuk dipahami disini bukan sebatas mengakui keberadaannya saja, melainkan sebuah perhatian dari seorang kadep/koakh/mas'ul atau kita samakan saja dengan kata qiyadah..

Dia memiliki peran yang penting dalam eksistensi sebuah lembaga, tanpa staf sebuah lembaga akan dipertanyakan keeksistensiannya atau keorganisasiannya. Oleh karennya sebagai seorang qiyadah perlu kiranya untuk memperhatikan kenyamanan stafnya dalam lembaga yang ia pimpin. Hal yang mungkin dianggap sepele oleh sebagain kita, terkadang sangat berharga bagi staf. Misalnya tanya kabar, kondisi, atau mungkin ngajak jalan-jalan, ngobrol, main tebak-tebakkan, atau ngajakin makan, bila perlu ditraktir. (Lo punya duit tak apa, heheheh...). Mungkin konkritnya bisa kita rasakan sendiri saat menjadi staf, dimanapun itu. Kita akan merasa perlu untuk diperhatikan oleh qiyadah kita. Seolah dia adalah orang tua atau kakak kita, tentunya perhatian itu akan sangat berharga sekali.

Tidak hanya bentuk perhatian seperti dituliskan diatas, ada berbagai macam hal bentuk perhatian yang akan membuat staf-staf kita nanti akan merasa diperhatikan. Misalnya saja, ketika dalam agenda-agenda lembaga atau depertemen, kita bisa memberikan kepercayaan sebuah kedudukan yang cukup penting. Bisa juga mengajaknya dalam sebuah pertemuan-pertemuan penting, yang kemudian efeknya dapat memberikan pengalaman yang mendidik dan tentu berkesan bagi mereka. Saya rasa hal ini pun pernah dilakukan oleh kakeknya Rasulullah kala beliau masih kecil. Rasulullah kecil dulu selalu dibawa dalam pertemuan-pertemuan pemuka quraisy untuk membicarakan hal-hal penting. Kita dapat melihat hasilnya, Rasulullah adalah orang yang pandai berbicara dan sangat berpengaruh. Kita dapat belajar dari kepemimpinan beliau, dan para sahabat/sahabiyah saat memerankan sebagai seorang qiyadah.

Tentu sahabat sekalian lebih memahami hal ini, dan tidak semua apa yang tertulis ini kemudian akan tepat jika diperankan oleh sahabat sekalian. Tapi setidaknya tulisan ini dapat merefleksikan pada diri kita, bahwa jundi/staf kita butuh perhatian kita sebagi qiyadahnya. Peran-peran sebagai seorang mas'ul, sekjen, kadep/koakh, akan sangat mendapatkan sorotan dari para staf/jundinya. Memahami peran kita jauh lebih penting dari sekedar memahami posisi kita.

Semoga yang sedikit ini bermanfaat, Wallahualam bi shawab

Selasa, 15 Maret 2011

Angkringan Diskusi

Oleh Azam_Arfa
Bismillah...
Siang itu usai kuliah jam keempat tepatnya ba'da shalat dzuhur, perutku ini terasa sudah keroncongan, cacing-cacing mulai gundah dan rasa hati ingin merogoh saku dan segera memesan dua bungkus nasi kucing, dua gorengan tempe faforitku, dan segelas es teh manis di angkringan pinggir kampusku. layaknya pembeli saya mulai memesannya dan sedikit memulai star untuk menggigit gorengan tempe yang sudah ditangan. Tak lupa juga mulai membuka satu bungkus nasi kucing yang kupesan ditambah pula dengan cabe rawit yang siap menggoyang lidah. Ehmmmmmm siap santap siang....

Menarik yang sedang terjadi di sana. Pembicaraan antara penjual dan pembeli tentang pertandingan sepak bola semalam. Meski memang tak hanya satu pembicaraan tentang bola saja sih, ada juga yang ngobrolin kondisi saat kuliyah dan juga tema-tema lain yang tak kalah menarik. Tapi saya lebih tertarik dengan tema bila yang sedang berlangsung itu. Selain saya suka bola, saya juga tertarik dengan orang-orang yeng membicarakannya. Mereka terlihat begitu antusias dengan pembicaraan tema bola itu.

Beriringan dengan ini satu gelas es teh pesanan saya datang. Dengan sigap serah terima es teh itu terjadi antara saya dan penjual angkringan. Kini lengkap sudah pesanan saya di angkringan itu, oke deh kita lanjut lagi pada pembicaraan tentang diskusi bola tadi.

Semua orang saling menyampaikan pendapatnya tentang pertandingan semalam. Berpendapat itu harusnya pinalti dan lain-lain. Seolah angkringan ini menjadi forum diskusi terbuka, siapa saja yang masuk boleh mengungkapkan pendapatnya. Tapi sayangnya saya lebih tertarik dengan nasi kucing, gorengan tempe, dan es teh yang ada di hadapan saya ini. Hehehe... ga juga sih, saya juga sambil menyimak diskusi itu.

Mulai terbesit dalam benak saya tentang forum diskusi seperti ini untuk kalangan mahasiswa. Seandainya saja diskusi-diskusi ini dilakukan oleh mahasiswa dengan topik seputar politik lokal maupun nasional, seputar agama, bisa juga tentang kondisi lingkungan mahasiswa, dan topik lain yang tentu khas dengan mahasiswa. Kondisi seperti ini juga dapat menciptakan suasana kampus yang hidup dengan forum-forum diskusi terbuka tanpa harus menunggu moment seminar, training, atau juga kuliah. Diskusi seperti ini biasa dilakukan dalam waktu yang tentu lebih leluasa. Selain itu, dapat juga meningkatkan budaya membaca agar ketika diskusi tidak sekedar obrolan-obrolan kosong tanpa makna.

Sambil menyeruput es teh manis ini, terlintas pertanyaan. Kira-kira siapa yang yang bisa menggalakan hal ini?
Berfikir dan kemudian mencoba menjawab pertanyaan yang saya ajukan sendiri, ormawa sebagai wadah untuk menampung aktivitas mahasiswa dan hobinya mungkin bisa menjadi salah satu pendukung angkringan diskusi ini di dalam kampus. Dengan dukungan ormawa-ormawa dikampus dapat pula mengajak birokrasi untuk turut berpartisipasi dalam angringan diskusi yang baru dalam khayalanku ini.

Sekedar mimpi yang mungkin konyol sih, tapi tak ada salahnya jika kita mulai menghidupkan forum-forum diskusi di dalam kampus. Sehingga ketika waktunya jam kosong, aktifitas kita juga bisa lebih manfaat. Memang tidak semua orang ketika jam kosong hanya duduk diam atau hanya sekedar nongkrong saja, ada pula yang sibuk di ormawa untuk rapat atau sekedar jaga karena tugas piket, dan ada juga yang sibuk lagi baca-baca buku, buat tugas atau cari tugas di perpus dan mungkin juga puskom jadi salah satu referensi mencari tugas.

Banyak hal yang dapat digalakan untuk menciptakan suasana yang baik dalam lingkungan kampsu dan salah satunya adalah forum diskusi ini. Meski baru sekedar khayalan tapi semoga bisa menginspirasi untuk mendorong diri kita masing-masing untuk dapat lebih produktif. Menulis juga menjadi salah satu cara agar kita bisa menjadi lebih produktif.

Semoga tulisan ini bermanfaat. Saya rasa sudah cukup dan kebetulan makanannya juga sudah habis. Mungkin bisa mencari inspirasi lain untuk membangkitkan diri untuk dapat mengungkapkan gagasan-gagasan menarik melalui tulisan. Tak perlu muluk-muluk, minimalnya bisa diupload di blog atau FB sendiri.

Oke waktunya bayar, dan saya tutup.
Alhamdulillah...

Minggu, 13 Maret 2011

Keluarga Jaringan

Semangat Keluarga, Tebar Kebaikan

Kamis, 10 Maret 2011

Amanah dari Ibu Bapakku

Bismillah...
Kuliah adalah sebuah amanah yang orang tua saya berikan pada saya. Tapi bagi saya terdapat amanah yang tersirat dari pesan yang disampaiakan orang tua saya. Perlunya ilmu agama agar terjadi keseimbangan antara ilmu duniawi dan akhirat. Ilmu yang kita dapatkan dikelas adalah menjadi bagain dari ilmu Allah. Karena Dia-lah maha dari segala maha.

Begitulah sedikit saya menggambarkan sesuatu yang tersirat dari pesan orang tua saya. Beliau ingin saya mempunyai lidah yang gemar bertanya dan hati yang berakal. Betapa pentingnya kita menjadi orang yang cerdas. Rasulullah bersabda dalam hadisnya, "Barangsiapa yang menempuh jalan untuk mencari ilmu, maka Allah memasukkan orang tersebut pada salah satu jalan menuju surga. Sesungguhnya malaikat mengatupkan sayapanya karena ridha kepada seluruh penuntut ilmu. Penghuni langit dan bumi, sampai ikan sekalipun yang ada di dalam air memohonkan ampun untuk seorang alim. Keutamaan seorang alim dibandingkan seorang ahli ibadah seperti keutamaan cahaya bulan purnama dibandingkan cahaya bintang-bintang. Para ulama adalah pewaris para nabi, namun mereka tidak mewariskan dinar maupun dirham. Mereka hanyalah mewariskan ilmu. Barangsiapa yang mengambil ilmu tersebut sungguh ia telah mendapatkan bagian yang banyak dari warisan tersebut” (HR. Bukhari dalam kitab Shahihnya no. 6412)". Betapa mulianya orang yang berilmu itu. Allah berfirman: Allah meninggikan derajat orang-orang yang beriman di antara kalian dan orang-orang yang berilmu beberapa derajat (Al-Mujadilah: 11).  Itu sebabnya mengapa bagi saya selain ilmu yang kita dapatkan di dalam kelas masih belum cukup. Banyak arena yang dapat kita jadikan Tholabul 'Ilmi, mulai dari madrasah-madrasah yang disediakan lembaga-lembaga di kampus, forum duduk melingkar, organisasi, dan banyak lainnya. Buku mungkin menjadi salah satu referensi utama yang perlu kita perhitungkan.

Ust Anis Matta mengatakan, "Orang yang akan bertahan di masa depan adalah orang adalah orang yang berperadaban dan orang yang berperadaban adalah orang yang berpengetahuan". Kemudian dari buku dan forum-forum diskusilah kita akan memperoleh sarana untuk mengakslerasi fikrah kita. Struktur membaca yang benar akan mempengaruhi struktur berfikir kita yang benar pula. Dan struktur berfikir yang benar akan mempengaruhi struktur prilaku kita yang benar pula. Nmun kemudian bagaimana struktur membaca yang benar itu yang kemudian menjadi dasar dari yang membentuk pola perilaku kita?
Sedikit mengutip kembali dari madrasah yang saya ikuti, Ust saya menyampaikan yang pernah disampaikan oleh Ust Anis Matta, "Bgini prses/strktur mbca yg bnar: (1). Syari'ah (Aqidah, fikih, ushul fikih, sirah), (2). Baru mbca bku" yg lain. Mungkin akan terdapat ketidaksepakatan pada beberapa orang. tapi coba kita renungkan terlebih dulu sebelum kita mencoba untuk tidak sepakat dengan hal ini.


Saya sangat ingin amanah terhadap pesan orang tua saya yang ingin anaknya ini jadi orang yang cerdas namun tetap untuk tidak lupa terhadap agama. Oleh karennya saya mencoba menuliskan ini agar saya selalu mengingat tugas atau amanah utama saya, sesuatu yang menyebabkan saya berada disini. Ibu... Bapak... Adikku sayang, insyaAllah saya akan amanah terhadap amanah yang engkau sampaikan terhadap saya. Mohon doanya, dan semoga Allah meridhai kita semua.
Wallahualam bi shawab

Selasa, 08 Maret 2011

Maaf jika terkesan memaksa

Mungkin ini terkesan saya memaksakan kehendak, tapi sungguh saya tidak bermaksud demikian.
Jika memang demikian, saya mohon maaf.

Langsung saja, biar gak pake lama-lama basa bsi.
Beberapa kali saudara saya bilang, kalau ilmu itu bisa didapat dimana-mana. Ehmmmmmmm memang benar juga, kita bisa mendapatkan ilmu saat melihat, mendengar atau bahkan merasakannya langsung. Sungguh ilmu itu liar, begaimana kita menjinakkannya? ya dengan pena dan secarik kertas atau satu unit laptop atau komputer kemudian di print, betul tidak?
Benar sih kata saudaraku itu, bahakan dia sering tuh baca-baca buku yang kalau saya baca pasti bikin saya jadi malas melihat sampulnya, ^_^ Soalnya baru lihat judulnya saja sudah pusing.
Hmmmmmmmm... Mungkin bisa kita katakan dia pinter, kritis, seolah cerdas namun sayang, kata seseorang yang saya tuakan, dia belum punya kerangka yang bisa membangun kecerdasannya itu. (Sayang banget sih?)
Masalahnya bukan ilmu itu bisa kita dapat dimana-mana, tapi bagaimana kita dapat memanfaatkan peluang untuk mendapatkan ilmu itu dari mana-mana.
Jangan berfikiran kolot deh, jika itu baik... So, mau peke pertimbangan apa lagi.
Dasarmu dulu kuatkan, jangan mudah untuk menuklilkan sesuatu, kabar sesaat atau bacaan sekilas, yang pasti ingatanmu tak sebagus buku atau tak setegas goresan tinta.
Nah baru segini saja saya sudah maksa-maksa untuk manfaatin peluang-peluang ilmu. Egois banget saya yah?
Afwan tapi sekali lagi tak bermaksud demikian. Hanya sekedar saling mengingatkan, sungguh diri ini bukan yang terbaik. Apa yang melekat yah apa adanya, ga istimewa mungkin, tapi berharga bagi kedua orang tua saya.
Saya berada disini juga karena amanah yang diberikan pada saya, tentunya dari ibu dan bapak tercinta.
Kuliah mungkin salah satu peluang ilmu, tapi semacam duduk melingkar juga sebagai salah satu sumber ilmu. Ada juga kajian-kajian yang tentu materinya berganti setiap pertemuan. Ehmmmmmm, mungkin jika kata saudara saya, "Saya sudah pernah dapat materi ini." Tapi saya yakin, satu dua jam berikutnya pikiran kita akan disibukkan dengan berbagai macam pikiran.
Kemudian yang jadi tanyaku adalah, apakah kita akan selamanya ingat dengan materi kajian itu jika tidak pernah untuk mencoba mengulanginya. Mungkin terkesan sia-sia, tapi cukup manfaat bagi saya.
Ada juga semacam madrasah, yang materinya lumayan ehmmmmm asyik, ada sirah nabawiyah, ada tentang aqidah, fiqih, takhsin, dll., yang tentu juga tidak akan kita dapat saat materi kuliah berlangsung.
Untung ga tuh kalau kita bisa manfaatin peluang-peluang ilmu yang terbuka lebar ini?
Intinya, rugi jika tak manfaatkan peluang-peluang ilmu itu.

Maaf nih jika terkesan memaksa.

Aku berjuang bukan karena Umar

Kholid bin Walid, ada sosok yang sangat diharapkan oleh Rasulullah untuk dapat masuk Islam, hingga beliau berkata tentang Kholid, "Orang seperti dia tidak dapat dibiarkan begitu saja. Dia harus diincar sebagai calon pemimpin Islam. Jika dia menggabungkan diri dengan orang-orang Islam untuk melawan orang-orang kafir, maka kita haris mengangkatnya kedalam golongan pemimpin". Memang bukan tanpa sebab Rasulullah mengharapkan demikian, memang karena bakat dalam perang. Khalid bin walid saat belum masuk Islam pun pernah berkata bahwa dia tidak bisa berpisah dari keindahan dan kekuatan ayat-ayat suci itu. Dalam hati kecilnya Walid merasa, bahwa Al Qur-'an itu adalah kalimat-kalimat Allah.
Khalid bin Walid adalah anak seorang pemimpin yang paling berkuasa di antara orang-orang Quraisy bernama Walid bin Mughirah dari Bani Makhzum, suatu cabang dari suku Quraisy. Khalid termasuk di antara keluarga Nabi yang sangat dekat. Maimunah, bibi dari Khalid, adalah isteri Nabi. Dengan Umar sendiri pun Khalid ada hubungan keluarga, yakni saudara sepupunya.

Keluarga Kholid adalah sebuah keluarga yang ahli perang. (kalau kata orang yg akau tuakan, gosipnya mereka saja tentang peperangan. Wah dahsyat yah?). Sejak kecil Kholid sudah disiapkan untuk berperang, dia mempelajari keahlian mengendarai kuda, memainkan pedang dan memanah. Dia juga mencurahkan perhatiannya kedalam hal memimpin angkatan perang. Bakat-bakatnya yang asli, ditambah dengan latihan yang keras, telah membina Khalid menjadi seorang yang luar biasa. Kemahiran dan keberaniannya mengagumkan setiap orang, dalam hal ini juga demikian rasulullah, seperti yang telah tertulis di atas.

Pada suatu masa sebelum Kholid bin walid belum menjadi seorang muslim, kala perang uhud yang sesungguhnya umat muslim saat itu sudah dalam posisi menag. Namun karena beberapa pasukan pemanah muslim yang tergoda dengan harta peperangan membuat celah yang kemudian mampu dimanfaatkan oleh Kholid. Hingga kemudian mampu merubah keadaan yang membuat bangkitnya semangat orang-orang Quraisy yang telah kocar-kacir. Khalid bin Walid telah merubah kemenangan orang Islam di Uhud menjadi suatu kehancuran. Mestinya orang-orang Quraisylah yang kalah dan cerai-berai. Tetapi karena gemilangnya Khalid sebagai ahli siasat perang, kekalahan-kekalahan telah disunglapnya menjadi satu kemenangan. Dia menemukan lobang-lobang kelemahan pertahanan orang Islam.

Saat Kholid bin Walid masuk Islam, Rasulullah sangat bahagia, karena Khalid mempunyai kemampuan berperang yang dapat digunakan untuk membela Islam dan meninggikan kalimatullah dengan perjuangan jihad. Dalam banyak kesempatan peperangan Islam Khalid bin Walid diangkat menjadi komandan perang dan menunjukan hasil gemilang atas segala upaya jihadnya.

Termasuk saat Mu'tah, heroik 3.000 vs 200.000. Pada bulan Jumada al-ula tahun kedelapan Hijriyah, Rasulullah Saw mengirim pasukannya ke wilayah Syam. Beliau menjuk Zaid bin Haritsah sebagai komandan pasukan yg membawahi 3.000 prajurit. Rasulullah Saw bersabda. "Jika Zaid gugur, yg menggantikan posisinya sebagai komandan pasukan adalah Ja'far bin Abu Thalib, jika Ja'far bin Abu Thalib gugur, yg menggantikan posisinya sebagai komandan pasukan adalah Abdullah bin Rawahah". Dalam Mu'tah, Kholid bin Walid pun turut serta, namun kala itu ia hanya sebagai seorang prajurit.

Hemat saya, ketiganya pun gugur. Zaid bin Haritsah yang gugur terkena lemparan tombak musuh, yang kemudian posisinya digantikan oleh Ja'far, yang pula gugur. Sebelum gugur, Ja'far bin Abu Thalib, ia memegang bendera perang dangan tangan kananya, namun sabetan pedang musuh memutuskan tangan kirinya. Lalu ia mendekap bendera perang dengan sisa kedua lengannya hingga ia pun gugur. Usianya saat itu baru 33 tahun. Allah Swt memberinya ganjaran dalam bentuk dua sayap di surga ia dapat terbang kemana pun yg dikehendakinya. Kemudian Abdullah bin Rawahah mengambil alih bendera perang, yang kemdudian ia pun gugur.

Dengan strategi dan kebijakan yang diterapkan oleh Kholid bin Walid. Khalid bin Walid sangat sadar, tidaklah mungkin menandingi pasukan sebesar pasukan Romawi tanpa siasat yang jitu. Ia lalu mengatur strategi, ditebarkan rasa takut ke diri musuh dengan selalu formasi pasukan setiap hari. Pasukan di barisan depan ditukar dibelakang, dan yang dibelakang berada didepan. Pasukan sayap kanan berganti posisi ke kiri begitupun sebaliknya. Tujuannya adalah agar pasukan romawi mengira pasukan muslimin mendapat bantuan tambahan pasukan baru. Pasukan musuh yg menyaksikan peristiwa tersebut mengira bahwa pasukan muslim benar-benar mendapatkan bala bantuan. Mereka berpikir, bahwa kemarin dengan 3000 orang pasukan saja merasa kewalahan, apalagi jika datang pasukan bantuan. Karena itu, pasukan musuh merasa takut dan akhirnya mengundurkan diri dari medan pertempuran. Pasukan Islam lalu kembali ke Madinah, mereka tidak mengejar pasukan Romawi yang lari, karena dengan mundurnya pasukan Romawi berarti Islam sudah menang.

Kholid bin Walid selalu menang dalam setiap pertempuran, bahkan sampai muncul sebuah kalimat "Jika peperangan terdapat Kholid bin Walid, pasti akan menang". Yang kemudian pada masa pemerintahan Umar bin Khattab, Khalid diberhentikan tugasnya dari medan perang dan diberi tugas untuk menjadi duta besar. Hal ini dilakukan oleh Umar agar Khalid tidak terlalu didewakan oleh kaum Muslimin pada masa itu. Para pasukan kala itu sudah sangat patuh padanya, mereka yang mengetahui keputusan tersebut merasa kecewa dan berkata ingin memberontak pada pemerintahan Khalifah Umar sebagai bentuk kekecewaan pada Khalifah Umar. Namun dengan sangat bujak sana Kholid bin Walid berkata "Aku berjuang bukan karena Umar".

Banyak pelajarn yang dapat kita ambil dari sedikit kisah Kholid bin Walid.
Dalam sebuah organisasi pasti akan ada orang-orang yang sangat berbakat dalam segala hal. Tapi tidak semata kita akan mendewakannya atau terus mengandalkannnya. Organisasi adalah sebuah sistem, sama halnya dengan sebuah keluarga yang memiliki sistem. Jika terdapat komponen yang tidak berfungsi dengan baik, maka akan mempengaruhi fungssi yang lain.

Jumlah tidak menentukan sebuah keberhasilan dari sebuah organisasi. Jika gerbong yang satu dengan yang lain tidak saling mendukung untuk dapat melaju maka gerbong terdepan akan merasa berat dan membuta kereta akan berjalan lambat. Strategi yang matang serta dukungan setiap komponen sangat penting. Jika kata nobita dalam serial doraemon "Dua lebih baik daripada satu". Simpel dan mungkin sepele, tapai saya yakin kami saja masih kurang. Kita semualah yang akan menjadikannya tujuan indah itu tercapai.

Pelajaran yang lain diambil sendiri yah? selamat membaca... ^_^
Wallahualam bi shawab

Inspirasi Kala Up Grading

Ketika ku dengar dan lihat sejanak, seakan aku tak percaya.
Begitu menghegemoninyakah emansipasi wanita?
Atau memang tiada batasan yang jelas jika menyangkut dengan Pekerjaan?

Sepenggal kisah saat aku bersama keluarga cintaku selesai melaksanakan agenda UP Grading, salah seorang berkata kalau supirnya ibu-ibu. Hmmmmmmmmm... Memang saat awal aku tak percaya, hingga kemudian saat kami sedang asyik membicarakan beliau, bus yang sudah cukup tua namun saya yakin masih punya tenanga untuk bolak-balik majenang-jogja atau jogja majenang, seolah mengesankan bahwa ibu-ibu supir bus itu panjang umur.

Mungkin tak begitu menarik dengan ibu-ibu yang manyetir bus itu, karena memang sudah banyak kita dengar di kota-kota besar seperti jakarta, bandung, dan jogja tentunya serta kota besar lainnya banyak ditemui supir atau bahkan tukang becak perempuan. (Tapi dahsyat juga saat ibu itu mengendalikan stir busnya, seolah dia siap untuk membawa kita dengan kecepatan penuh siap menuju kampus tercinta).

Teringat sejenak dengan ibuku di rumah. Beliau yang saat aku izin pergi untuk kembali kejogja setelah rabu kemarin saya pulang kampung dan tentunya dengan sambutan luar bisa dari ibu, santap sup, tempe goreng, dan sambal pedas buatan ibuku tercinta. Apalagi saat menyantap ayam berkaldu, hmmmmmmm jadi mau pulang lagi nih....

Berbeda sekali dengan karakter ibuku yang tentunya sangat lembut, beliau bisa mengendarai sepeda motor saja baru saat aku menginjak usia 19 tahun (Tapi masih belum lancar juga sih, hehehe...), sedangkan ibu-ibu supir bus itu, hmmmmmmm sudah sangat mahir dengan stir busnya. Mungkin saja tak hanya ibuku, aku sendiri juga masih belum lancar jika disuruh nyetir mobil. (Pengen nih belajar nyetir, kali aja bisa punya mobil keren, amin...).

Jadi poinnya bukan sekedar bisa nyetir atau tidaknya, coba bayangkan jika calon istri kita nanti atau anak putri kita nanti jadi supir bus atau tukang narik becak, atau tukang ojek mungkin, apakah kita akan setegar saat memuji ibu-ibu supir bus itu?

Jika memang emansipasi wanita itu sudah sangat menghegemoni, apakah layak jika seorang perempuan menjadi supir bus?

Apa memang sudah tidak ada lapangan pekerjaan yang lebih layak untuk perempuan?
Memang jika difikir-fikir lebih baii menjadi supir bus daripada harus menjadi TKI/TKW di negeri orang. Belum tentu kita akan mendapat perlauan selayaknya manusia. Tentu masih segar dalam ingatan kita dengan para TKI Indonesia yang terdampar di bawah jembatan (saudi Arabia) atau masih juga terngiang dengan para TKI yang pulang hanya tinggal jasad dan beberapa potongan kayu yang tersusun rapi untuk membawa jasad itu bertuliskan nama X alamat Y.

Sepenggal kisah saat aku bersama keluarga cintaku selesai melaksanakan agenda UP Grading yang sungguh membuat aku semakin yakin bahwa Allah tidak akan merubah keadaan, kecuali dia berusaha untuk merubahnya.

Semoga sepenggal kisah ini bermanfaat, afwan jika banyak kata atau penulisan yang salah.
Semangat perbaikan, semangat inovasi, percaya diri, kita pasti bisa.
(Rakhyan)

 
Design by Free Wordpress Themes | Bloggerized by Free Blogger Templates | Web Hosting Deals